ahlan wa sahlan...

Bismillahirrohmanirrohiim...

dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami menerbitkan blog IMM Komisariat FK UMS...
semoga semua yang ada di dalam blog ini akan memberikan wacana dan manfaat bagi para pembaca sekalian..
dengan tekad bulat..
karena kebatilan tidak akan sirna tanpa kita menegakkan yang haq..
bersama Allah di jalan kebenaran
mari berlomba-lomba dalam kebaikan..

Allahu Akbarr..!!

Minggu, 22 Mei 2011

tugas Kemuhammadiyahan


AL-IKHLAS
(tugas Kemuhammadiyahan disusun oleh Noor Dhian)
            A.    Artinya
1.  Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2.  Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3.  Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4.  Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
B.      Riwayat Turunnya
Pada waktu itu sudah lebih dari 15 surat yang telah diwahyukan kepada Nabi. Tetapi belum ada surat yang menjelaskan hakikat Allah kepada masyarakat musyrik Mekkah. Maka orang-orang musyrik Mekkah bertanya-tanya kepada Nabi Muhammad tentang sifat tuhan yang dipercayai Nabi. Sedangkan masyarakat musyrik sendiri bangga dengan kepercayaan bahwa Tuhan itu memiliki banyak anak. Dan anak-anak Tuhan itu adalah para malaikat.
Kepercayaan mereka tentang Tuhan itu direkam dalam QS. Ash-Shaffat (37): 149-151 sebagai berikut:
Tanyakanlah (ya Muhammad) kepada mereka (orang-orang kafir Mekah): "Apakah untuk Tuhanmu anak-anak perempuan dan untuk mereka anak laki-laki, atau Apakah Kami menciptakan malaikat-malaikat berupa perempuan dan mereka menyaksikan(nya)? Ketahuilah bahwa Sesungguhnya mereka dengan kebohongannya benar-benar berdusta. (QS. Ash-Shaffat: 149-151)
Memerhatikan pernyataan ayat-ayat al-Qur’an tersebut, jelas turunnya surat al-Ikhlas itu sebagai jawaban terhadap pertanyaan orang-orang musyrik Mekkah.
Surat al-Ikhlas bukanlah surat terpendek atau paling sedikit ayatnya. Ia hanya mengandung 4 ayat. Ada beberapa surat yang ayatnya lebih sedikit dari al-Ikhlas. Surat yang mengandung 3 ayat, yaitu al-Kautsar, al-‘Ashr, dan an-Nashr. Namun, kandungan-kandungan surat al-Ikhlas memiliki bobot sepertiga al-Qur’an.[1]
Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab r.a, Rasulullah saw bersabda, “siapa yang membaca Qulhuwallahu Ahad, seolah-olah ia membaca sepertiga al-Qur’an”. (HR. An-Nasai).
Para ahli menyebutkan, yang dimaksud “sesungguhnya Allah swt. membagi al-Qur’an menjadi tiga bagian”, pertama, Al-‘Aqaid (masalah-masalah yang berkaitan dengan setauhidan dan ketuhanan, termasuk di dalamnya meluruskan penyimpangan-penyimpangan konsep ketuhanan. Kedua, Asa-Syar’i (masalah-masalah yang berkaitan dengan peribadatan dan hukum). Ketiga, al-Qashsash (masalah-masalah yang berkaitan dengan kisah-kisah kehidupan para Rasul ataupun orang-orang Saleh, bahkan riwayat orang-orang durhaka pun dibicarakan sebagai bahan pelajaran hidup.
Al-Ikhlas artinya kemurnian keesaan atau setauhidan Allah swt. Jadi, makna hadits di atas adalah surat al-Ikhlas mewakili sepertiga pembicaraan al-Qur’an yaitu setauhidan. Bukan bermakna satu kali baca al-Ikhlas sama dengan membaca seperti al-Qur’an sehingga diartikan dengan tiga kali membaca al-Ikhlas sama dengan menamatkan tiga puluh juz. Jelas ini pemahaman yang kurang tepat.[2]
Surat al-Ikhlas ini mengandung penitsbatan (penetapan) keesaan Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya dan Allah-lah yang dimaksudkan untuk menyelesaikan segala keperluan, tidak beranak dan tidak diperanakkan serta tidak ada yang sebanding-Nya.[3]
              C.   Tafsir
“Katakanlah! (Hai utusan-Ku) “Dia adalah Allah, Maha Esa (ayat 1). Inilah pokok pangkal aqidah, puncak dari kepercayaan. Mengakui bahwa yang dipertuan itu Allah nama-Nya. Dan itu adalah nama dari satu saja, tidak ada Tuhan selain Dia. Dia Maha Esa, mutlak Esa, tunggal, tidak bersekutu yang lain dengan Dia. Pengakuan atas kesatuan, atau keesaan, atau tunggal-Nya. Tuhan dan nama-Nya ialah Allah, kepercayaan itulah yang dinamai Tauhid. Berarti penyusun fikiran yang suci murni, tulus ikhlas bahwa tidak mungkin Tuhan itu lebih dari satu. Tidak ada yang menyamai-Nya, tidak ada yang menyerupai-Nya, dan tidak ada pula teman hidup-Nya. Karena mustahillah ia lebih dari satu. Karena kalau berbilang terbagilah kekuasaan-Nya. Kekuasaan yang terbagi, artinya sama-sama kurang berkuasa.[4] Karena itu, Dialah yang Maha Kuasa satu-satunya. Tidak ada yang bisa berbuat untuk sesuatu dan pada sesuatu di alam ini. Inilah aqidah yang tertanam di dalam hati dan sebagan penafsiran dari wujud itu sendiri. Jika gambaran seperti ini telah tertanam di hati seseorang, yaitu gambaran bahwa tidak ada yang dia lihat di dunia ini kecuali hakikat Allah, maka dia akan melihat hakikat itu di semua wujud yang dilahirkannya. Ini adalah suatu derajat pada saat hati seseorang akan melihat tangan Allah di setiap sesuatu yang dilihatnya. Dan di balik itu ada derajat lagi yang pada saat itu tidak ada sesuatu pun yang dilihat di dunia kecuali Allah, sebab tidak ada lagi hakikat selain hakikat Allah.[5] Prof. Dr. M. Quraiish Shihab dalam tafsir al-Qur’an al-Karim, menyebutkan kata “Qul” yang berarti “katakanlah!” membuktikan bahwa Nabi Muhammad saw. selalu menyampaikan segala sesuatu yang diterimanya dari ayat-ayat al-Qur’an yang disampaikan oleh malaikat Jibril. Beliau tidak mengubahnya walau hanya satu huruf. Secara tidak langsung, ini merupakan penolakan terhadap anggapan sebagian orang kafir yang menuduh bahwa al-Qur’an itu karangan Nabi saw bukan firman Allah SWT.[6]
Ayat ke2 : Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Artinya, bahwa segala sesuatu ini adalah Dia yang menciptakan, sebab itu maka segala sesuatu itu kepada-Nyalah bergantung, ada atas kehendak-Nya. Kata Abu Hurairah: Arti “Ash-Shamadu ialah segala sesuatu memerlukan dan berkehendak kepada Allah, berlindung kepada-Nya, sedang Dia tidaklah berlindung kepada sesuatu jua pun. [7] Ustad Muhammad Abduh dalam karyanya tafsir al-Qur’an al-Karim menyatakan, kata ash-Shamad mengisyaratkan pengertian bahwa kepada Allah-lah secara langsung bermuara setiap permohonan, tanpa harus ada perantara atau pemberi syafaat. Penegasan Allaahussamad merupakan antitesis (perlawanan) terhadap keyakinan kaum musyrikin dan penganut agama-agama lainnya yang berkeyakinan bahwa Tuhan harus didekati melalui perantaraan orang-orang saleh.
Ayat ke 3 : Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.
Ada dua kata dalam al-Qur’an yang sering digunakan menafsirkan atau meniadakan sesuatu, yaitu kata lam (huruf berharkat fatihah disambung huruf mim yang berharkat sukun) dan kata lan (huruf lam terharkat fatihah disambung huruf nun yang berharkat sukun).
Kata lam pada ayat ini digunakan untuk menggambarkan bahwa saat itu telah beredar keyakinan bahwa Tuhan itu bisa beranak. Singkatnya kata lam yang digunakan pada ayat lam yalid walam yulad merupakan koreksi terhadap keyakinan yang beredar saat itu. Seolah ayat ini mengatakan “keyakinan anda keliru, sesungguhnya Allah tidak beranak dan tidak diperankan”.[8]
Mustahil dia beranak. Yang memerlukan anak hanyalah makhluk bernyawa yang menghendaki keturunan yang akan melanjutkan hidupnya. Oleh sebab itu, maka Allah swt. mustahil memerlukan anak. Sebab Allah hidup terus, tidak akan pernah mati-mati, tidak berpemulaan dan akhirnya tidak berkesudahan.
Dan Dia, Allah itu, tidak pula diperankan. Tegasnya tidaklah Dia berbapa. Karena kalau Dia berbapak, teranglah bahwa si anak kemudian lahir ke dunia dari ayahnya, dan kemudian ayah itupun mati. Kemudian si anakpun menyambung kuasa.[9]
Surat al-Ikhlas ini ditutup dengan ayat yang menafikan (meniadakan) segala hal yang sama dengan Allah swt.[10]
Ayat ke-4 : Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Yang Tuhan itu adalah mutlak kuasa-Nya, tiada berbagi, tiada separuh seorang, tiada gandingan, tiada bandingan dan tiada tandingan.[11]
Artinya, bukan hanya dari segi beranak dan diperanakkannya, tapi Allah itu berbeda dengan makhluk dari segala dimensinya. Wallahu’alam.[12]
D.    Kesimpulan
  1. Al-Ikhlas artinya memurnikan keesan Allah swt. Surat ini terdiri atas empat ayat, termasuk golongan surat Makkiyah diturunkan sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah.
  2. Turunnya surat al-Ikhlas merupakan jawaban terhadap pertanyaan orang-orang Musyrik Mekkah tentang sifat Tuhan yang dipercayai Nabi.
  3. Banyak keutamaan yang terdapat dalam surat al-Ikhlas, salah satunya yaitu kandungan surat al-Ikhlas memiliki bobot sepertiga al-Qur’an.
  4. Surat al-Ikhlas mengandung pengitsbatan (penetapan) keesaan Allah, tidak ada sekutu bagin-Nya dan Allah-lah yang dimaksud untuk menyelesaikan segala keperluan, tidak beranak dan tidak diperanakkan serta tidak ada yang sebanding dengan-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Ad-Duwais, Syaikh Abdullah bin Muhammad, 2003. Koreksi Tafsir fi Zilalil Qur’an. Jakarta: Darul Qolam.
Amiruddin, Aam, 2004.3 Tafsir al-Qur’an Kontemporer. Bandung: Khazanah Intelektual.
Ash-Shiddiiqy, Muhammad Hasbi, 2002. Tafsir Penjelas al-Qur’anul Karim. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Chodim, Achmad, 2005. Al-Ikhlash, Bersihkan Iman dengan Surat Kemurnian. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
Hamka, 1985. Tafsir Al-Azhar Juzu’ XXVIII. Jakarta: Pustaka Panjimas.

[1] Achmad Chodjim, Bersihkan Iman dengan Surat Kemurnian, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005), hal. 33.
[2] Aam Amiruddin, Tafsir al-Qur’an Kontemporer, (Bandung: Khazanah Inteltktual, 2004), hal. 48-50.

[3] Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Penjelas al-Qur’anul Karim, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hal. 1635-1638.
[4] Hamka, Tafsir al-Azhar, Juzu’ XXVIII, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), hal. 301-302.

[5] Syeikh Abdullah bin Muhammad Ad-Duwais, Koreksi Tafsir fi Zilalil Qur’an, (Jakarta: Darul Qolam, 2004), hal. 421-422.
[6] Aam Amiruddin, Op.cit, hal. 50.

[7] Hamka, Op.cit. hal. 302.
[8] Aam Amiruddin, Op.cit, hal. 52-56.

[9] Hamka, Op.cit, hal. 302.
[10] Aam Amiruddin, Op.cit, hal. 56.

[11] Hamka, Op.cithal. 303.

[12] Aam Amiruddin, Op.cit, hal. 56.