Di dalam Lisan al-Arab disebutkan bahwa kata Khitan berasal dari kata kerja Khatana al-ghulama wa al-jariyata, yakhtinuhuma, khitnan. Bentuk ism (kata benda)-nya adalah khitan dan khitanah. Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, editor Abdul Azis Dahlan et al., Jakarta, 1997, diterangkan Khitan berasal dari akar kata arab khatana-yakhtanu-khatnan = memotong. Ibnu Hajar al-Asqolani mengatakan bahwa khitan bagi laki-laki dinamakan i’dzar sedangkan untuk perempuan disebut al-khafdhu. Kata khatiin artinya orang yang dikhitan, baik laki-laki maupun perempuan. [Hukum Khitan Bagi Wanita. Buletin Dakwah An Nur, Yayasan Al-Sofwa Jakarta, 15 Desember 2006].
Khitan atau sirkumsisi merupakan salah satu tindakan bedah yang telah lama dipraktikkan dalam sejarah manusia dan dianjurkan beberapa agama, seperti Islam dan Yahudi. Khitan merupakan kelanjutan dari tradisi Ibrahim as. “Rosululloh saw bersabda: Ibrahim al-Khalil berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun dan beliau berkhitan menggunakan kapak” (HR Bukhari). Selain proses bedah kulit bersifat fisik, khitan Ibrahim juga dimaksudkan sebagai simbol dan ikatan perjanjian suci (mîtsâq) antara dia dengan Allah swt. Seseorang tidak diperkenankan memasuki kawasan suci Kalam Ilahi sebelum mendapat “stempel Tuhan” berupa khitan. Khitan yang melambangkan kesucian itu kemudian diikuti pengikut Ibrahim, laki-laki dan perempuan, hingga sekarang oleh umat Islam. [Khitan Perempuan: Antara Mitos dan Legitimasi Doktrinal-Keislaman. Mesraini (Direktur èLSAK --Lembaga Studi Agama dan Kemasyarakatan). Kompas.com, Oktober 2003].
Para antropolog menemukan, budaya khitan telah populer di masyarakat semenjak pra-Islam yang dibuktikan dengan ditemukannya mumi perempuan di Mesir Kuno abad ke-16 SM yang memiliki tanda clitoridectomy (pemotongan alat kelamin). Praktek khitan pada mumi tersebut justru ditemukan pada kalangan kaya dan berkuasa, bukan pada rakyat jelata. Menurut Hassan Hathout, pelaksanaan khitan perempuan telah berlangsung lama sebelum kedatangan Islam terutama di lembah Nil yakni Sudan, Mesir, dan Ethiopia. Pada abad ke-2 SM, khitan perempuan dijadikan ritual dalam prosesi perkawinan.
Dalam penelitian lain ditemukan khitan telah dilakukan bangsa pengembara Semit, Hamit dan Hamitoid di Asia Barat Daya dan Afrika Timur, beberapa bangsa Negro di Afrika Timur dan Afrika Selatan. Menurut sejarawan Islam, budaya khitan pra-Islam di Mesir maupun Asia Barat merupakan warisan Ibrahim as karena Ibrahim pernah berkelana sampai ke Mesir dalam perjalanan da’wahnya. Tradisi Ibrahim itu kemudian menyebar ke bangsa-bangsa lain yang berinteraksi dengan bangsa-bangsa di Asia Barat dan Mesir.
Sebagai aplikasi dari teologi Al-Ma'un, dengan semangat humanitas untuk mengembangkan jiwa filantropi mahasiswa kedokteran, maka kami Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Komisariat Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta menyelenggarkan kegiatan bhakti sosial “Khitanan Massal”. Acara ini dilaksanakan tanggal 3 Juli 2011, dengan jumlah peserta 14 anak yang berasal dari kota Surakarta dan sekitarnya. Kegiatan ini dimulai pukul 08.00 WIB sampai pukul 3 sore, di fakultas Kedokteran UMS kelurahan Penumping, Laweyan, Surakarta.